Minggu, 15 April 2018

Antara Milos Forman dan FFI


Sineas legendaris Milos Forman baru saja meninggal dunia, Jumat (13/4) lalu. Pembuat film kelahiran Republik Ceko ini kondang berkat karyanya One Flew Over the Cuckoo's Nest (1975) dan Amadeus (1984) yang berjaya di ajang Academy Awards. Cerita ini bukan tentang pria bernama asli Jan Tomas Forman ini, melainkan sebuah obrolan santai yang kebetulan menyebut-nyebut namanya.

Ceritanya begini, di masa lalu Festival Film Indonesia menganut kebijakan unik, mungkin juga antik. Pasalnya, film yang dibuat oleh warga negara asing ternyata tidak bisa dilombakan dalam festival ini. Pokoknya dia langsung digugurkan tanpa ampun selama sutradaranya bukan orang berpaspor hijau. Demikian kira-kira bunyi peraturan yang tercantum dalam buku putih panitia pelaksana festival.  

Tak heran, film seperti Love pun harus layu sebelum berkembang meskipun banyak mendapat pujian dari kritikus. Adapun penyebabnya film ini dibuat oleh Kabir Bhatia, sineas Malaysia kelahiran Mumbai, India. Alhasil, sesuai peraturan panitia, kendati dianggap bagus Love tak bisa diikutsertakan dalam FFI 2008.

Kasus serupa kembali dialami oleh film Jermal. Disutradarai oleh trio Rayya Makarim, Ravi Bharwani, dan Utawa Tresno, proyek ini kembali gugur sebelum bertanding. Belakangan diketahui, Utawa Tresno adalah nama samaran dari Orlow Seunke, seorang sineas warga negara Belanda. Ironis, kendati film ini tayang perdana di Busan International Film Festival 2008 ternyata harus kandas di festival negeri sendiri.

Syahdan, pada suatu siang Desember 2009 saya datang ke ajang JiFFest di Blitz Megaplex Grand Indonesia. Dari sekian banyak orang yang hadir, saya melihat Orlow. Langsung saya datangi dia dan bertanya tentang peristiwa yang dia baru saja alami di FFI ini. Tentu saja terlontar ungkapan kekecewaannya.

“Gila. Di Hollywood, sutradara asing boleh kok filmnya ikut Academy Awards. Roland Emmerich yang bikin 2012 boleh. Bahkan, Milos Forman bisa menang banyak Piala Oscar,” paparnya dengan nada sedih. Mendengar penuturan itu saya hanya manggut-manggut. Itu sih murni keputusan panitia yang terhormat, pikir saya.

Selang beberapa tahun kemudian kegundahan Orlow seolah didengar oleh para pembuat kebijakan di FFI. Pada FFI 2015 misalnya, kalau ada film yang sutradaranya orang asing maka film itu tetap dinilai, kecuali pada kategori sutradaranya sendiri.




Januari 2010.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar