Rabu, 28 Desember 2016

Dua Minggu Syuting Dua Minggu Datang Bulan



Rumah produksi K2K Productions memiliki resep tersendiri dalam membuat film. Salah satunya dilakoni  dengan membuat judul-judul jenaka seperti Mas Suka Masukin Aja, Pijat Atas Tekan Bawah, atau Darah Janda Kolong Wewe. Hasilnya pun tidak jelek juga. Proyek buatannya kerap mendapat sambutan baik dari khalayak.


Awal 2010, publik kembali dibuat tersenyum. Maklumlah, proyek anyar dari produser KK Dheeraj ini diberi label Hantu Puncak Datang Bulan. Ada apa ya, kok diberi judul seperti itu? So pasti ada riwayat tersendiri yang menarik untuk dituturkan.


Salah satu pemainnya, Tesa Mariska mengisahkan saat konferensi pers di restoran Planet Hollywood, Jakarta. “Kata Puncak, karena syutingnya memang di daerah Puncak," katanya. Nah, bagaimana dengan frasa "datang bulan"?

“Kalau soal itu, ini kan film yang banyak buka-bukaan,” lanjut seleb yang sempat ikutan jadi caleg pada Pemilu 2009 ini. Tesa rupanya merasa kurang nyaman untuk melakukan adegan syur di film itu. “Saya agak malu untuk beradegan sensual. Ya saya sih maunya bermain sesuai skenario, dan memang tidak ada ditulis di skenario, jadi saya tidak mau.”     

"Lantas, apa kiatnya agar selamat dari adegan buka-bukaan itu?" tanya wartawan.

“Ya, saya mengaku sedang datang bulan,” lanjutnya kalem. “Jadi setiap syuting kalau disuruh buka sedikit, saya tetap mengaku datang bulan.  Jadi dua minggu syuting, ya dua minggu datang bulan...”



Desember 2010

Senin, 12 Desember 2016

Cari Saja Sendiri



Jumat siang di awal Desember 2016. Hujan baru saja berhenti. Saya bergerak menuju kampus UI Depok untuk ikutan diskusi film di jurusan Komunikasi FISIP. Temanya menarik, yaitu tentang distributor dan eksibitor. Pembicaranya pun sosok beken pada porsinya, meskipun ternyata tidak semua bisa hadir. 

Produser Sheila Timothy misalnya. Karena terhalang aksi 212 di Jakarta, terpaksa dia harus absen. Alhasil, dia membagikan presentasinya melalui saluran Skype. Inipun tidak mulus, lantaran terkendala masalah sinyal. Demikian pula dengan perwakilan distributor Catherine Keng yang juga tak tampak di ruangan. Praktis hanya tersisa Sidi Saleh, pembuat film di jalur independen dan Ade Armando, staf pengajar FISIP UI.

Ketika mendapat giliran, Ade Armando menguraikan pengalamannya. Suatu kali, untuk keperluan penelitian dia harus ke kantor Pusbang Film di Kemendikbud, Jalan Sudirman, Jakarta Pusat. Adapun tujuan kedatangannya ke sana untuk mengumpulkan data jumlah penonton bioskop.

Seperti diketahui, sesuai pasal 33 ayat 2 UU nomor 33 tahun 2009 tentang Perfilman, menteri wajib mengumumkan kepada masyarakat secara berkala jumlah penonton setiap judul film yang dipertunjukkan di bioskop. Pusbang Film berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Maka sejak 2015, institusi ini yang paling bertanggung jawab soal perfilman nasional.

Singkat cerita, sesampainya di sana Ade pun bertanya kepada pegawai yang bertugas “Pak, saya mau minta data penonton film bioskop. Di sini ada kan?”

“Aduh. Maaf, Pak. Di sini kita nggak punya data yang dimaksud. Bapak bisa cari sendiri di tempat lain kan...?” jawab sang pegawai.

 “Baiklah. Saya cari sendiri deh...” jawabnya dengan sikap pasrah.

Pasrah bukan berarti menyerah. Ini sih alamat harus mencari alternatif di tempat lain, demikian dalam pikirannya.


5 Desember 2016

Rabu, 07 Desember 2016

Diakali Agar Ikut Menulis



Sosok Raditya Dika bak angsa bertelur emas. Beberapa tahun belakangan dia jadi rebutan produser lantaran namanya menjadi garansi sukses di bioskop. Pada akhir 2016 dia menyuplai film untuk Rapi Films. Di sini dia mencoba keluar dari zona nyaman dengan membuat film thriller ala kisah Agatha Christy.

Dalam proyek bertajuk Hangout ini Raditya menjadi sutradara dan penulis skenario. Saat proses penulisan rupanya dia memakai metode yang tidak biasa. Bagian dialognya seperti sengaja dikosongkan. Maksudnya untuk memberi kesempatan para aktornya untuk melakukan improvisasi. Ya, semacam memberikan sedikit tantangan.

Sekilas mereka tampak senang-senang saja melakoninya. Prilly Latuconsina misalnya, memakai referensi sinetron Ganteng Ganteng Serigala untuk melengkapi dialognya. Namun tidak semua menyatakan setuju. Ada pula yang melontarkan protes. Macam yang dilakukan rekan sejawatnya sesama comic, Soleh Solihun.

“Kita disuruh mengisi sendiri apa dialog yang harus kita ucapkan. Pokoknya saya merasa diperalat dan di sini saya baru sadar,” ucapnya lantang di kantor Rapi Films, kawasan Cikini 16 November silam. “Semua pujian dan transferan buat Radit sendirian, meskipun untuk skrip ini kita yang sama-sama kerjakan...”

Mendengar ucapan tersebut Radit pun hanya bisa tertawa ngakak sendirian seperti tak ambil peduli. 


28 November 2016