Jumat, 27 Juli 2018

Balas Dendam Ala Insan Film


Yang namanya seniman konon suka saling menjahili sesama koleganya. Apalagi bagi insan film, perkara jahil menjahili itu sudah biasa. Bentuknya pun bisa macam-macam, yang paling sering disuruh datang ke lokasi oleh sutradara, tahu-tahu jadi cameo.

Kasus yang satu ini beda lagi. Kadang-kadang nama orang yang ada dalam kehidupan nyata dimasukkan dalam cerita fiksi. Masih ingat nama Triveni dibikin jadi nama anjing dalam film Beth-nya sutradara Aria Kusumadewa? Aria sendiri juga menjadi korban kejahilan koleganya. Namun dengan lincah dia berhasil membalas keisengan itu, kendati mesti menanti dalam waktu yang lama. 
  
Peristiwa itu berawal ketika Labbes Widar menggarap proyek Lagu Untuk Seruni pada milenium silam. Sebuah film yang ceritanya mirip dengan Kramer vs Kramer karya Robert Benton. Karakter utama yang dimainkan aktor Tio Pakusadewo menggunakan nama lengkap Aria Kusumadewa. Akting Tio ternyata menarik perhatian juri dan mengantarnya sebagai aktor terbaik dalam FFI tahun 1991.

Dua dekade kemudian Aria menuntaskan dendam kesumatnya. Dia balas menjahili sutradara Labbes Widar lewat proyek Identitas. Aktor Tio tetap dipakai dan memaksa Labbes untuk ikutan bermain di sana. Bisa dibayangkan, Labbes disuruh-suruh oleh Aria. 

Akhirnya Identitas akhirnya mencatat prestasi gemilang pada FFI 2009. Film ini meraih 4 Piala Citra dari 9 nominasi. Di antaranya untuk aktor Tio bersama sutradara Aria Kusumadewa.
  
Dulu Aria sebal, Tio menang. Kini Aria senang, Tio juga menang. 



Januari 2010

Jumat, 13 Juli 2018

Film Berbahasa Indonesia Terbaik


Ada-ada saja cerita tentang Festival Film Indonesia (FFI). Berikut ini ada pengalaman yang dikisahkan oleh rekan wartawan senior Wina Armada. Ketika itu dia menjabat sebagai Ketua Panitia Pelaksana FFI 2007 di Pekanbaru, Riau. 

“Jadi pemda setempat ingin ada kategori khusus untuk film dengan penggunaan bahasa Indonesia terbaik,” ungkapnya dalam sebuah obrolan di Hotel Haris FX Sudirman, pertengahan April 2018 lalu.

Seperti diketahui Riau merupakan propinsi yang identik dengan bahasa Melayu. Dalam perkembangannya, bahasa ini disepakati sebagai bahasa pemersatu bangsa yang akhirnya dikenal sebagai bahasa Indonesia. Maka permintaan pemerintah setempat kepada panpel FFI masih terasa wajar-wajar saja.

“Di luar dugaan, ternyata film-film yang masuk dalam kategori itu kebanyakan malah film hantu-hantuan,” seloroh Wina sambil tertawa. “Bayangkan, kalimat seperti ‘di mana anakku?’ itu kan adanya di film horor... Ternyata hantu sekalipun berbahasa dengan santun.”

Selanjutnya temuan ini dilaporkan kepada pihak pemda. Alhasil, mereka pun jadi serba salah dibuatnya, tidak menyangka bakal seperti ini jadinya. Apapun yang terjadi, the show must go on. Dewan juri tetap bekerja seperti biasa dan memilih pemenang sesuai kriteria yang sudah disepakati sejak awal.

Akhirnya diketahui pemenangnya adalah film Kala, sebuah film noir karya sutradara Joko Anwar. Ini memang bukan film horor, tapi tetap saja ada adegan semacam penampakan yang muncul di sana. 




Mei 2018

Selasa, 03 Juli 2018

Captain Boban: Antara Sepakbola, Nasionalisme, dan Kuliner


Ada hal yang tak tercapai selama di Zagreb: singgah di restoran Zvonimir Boban di jalan Gajeva 9. Padahal letaknya tak jauh dari monumen Josip Jelacic, sebelah pasar Dolac yang pernah dipinjam jadi lokasi filmnya Jackie Chan. Dari monumen yang terletak di alun-alun kota itu lurus saja jalan kaki ke arah selatan. Sampai di sana tinggal tanya saja kalau sudah dekat tkp.  

Boban adalah legenda sepakbola bagi bangsa Kroasia. Dia bukan hanya kapten kesebelasan yang mengantar negaranya menjadi juara ketiga Piala Dunia 1998 di Perancis. Lebih dari itu, dia menjadi monumen sejarah yang pernah terukir indah di lapangan sepakbola. Bahkan ketika Kroasia masih menjadi bagian dari Republik Federal Sosialis Yugoslavia dan klub Dinamo Zagreb yang diperkuatnya masih menjadi anggota Liga Yugoslavia.

Momentum heroik Boban terjadi pada 13 Mei 1990. Ketika itu di Maksimir Stadium, Zagreb, berlangsung pertandingan antara tuan rumah Dinamo Zagreb melawan klub ibukota Red Star Belgrade. Fans mereka tak mau kalah, siap bertarung habis-habisan pula, masing-masing ada Bad Boys Blue (fans Dinamo Zagreb) dan Delije (fans Red Star Belgrade)

Suasana saat itu memanas. Seperti sudah diduga sebelumnya, pecah kerusuhan yang berbau politis. Penyebabnya lantaran beberapa pekan sebelumnya berlangsung pemilu multipartai pertama di Kroasia dan partai pemenang pemilu berharap agar Kroasia lepas dari Yugoslavia.

Di sepanjang jalanan kota, mulai terjadi bentrok beberapa jam sebelum pertandingan. Puncaknya terjadi di dalam stadion. Fans Dinamo mulai melakukan provokasi, mereka melempari lawannya dengan batu. Delije balas menyerang dengan potongan kursi dan pisau seraya menyanyikan “Zagreb adalah milik orang Serbia” serta “Kita akan bunuh Tudman”. Tudman adalah nama pemimpin Kroasia hasil pemilu. Tokoh yang kemudian namanya dipakai sebagai nama bandara di Zagreb.

Pertikaian pun mulai terjadi. Nyaris tak terkontrol lantaran jumlah massa yang memang lebih banyak ketimbang petugas keamanan. Kondisi ini akhirnya bisa diatasi aparat dengan water canon dan peralatan yang dimiliki. Chaos pun berlalu dengan membawa puluhan korban luka-luka.

Ketika kerusuhan, beberapa pemain Dinamo masih bertahan di lapangan, sementara lawan mereka sudah masuk ruang locker. Boban, sang kapten, menendang petugas polisi, Refik Ahmetovic yang bersikap kasar kepada seorang fans Dinamo. Boban dalam bahaya. Sontak Bad Boys Blue melindunginya. Tak pelak, Boban menjadi sosok yang mereka anggap sebagai pahlawan negara bersama bintang lainnya seperti Davor Suker, Slaven Bilic, Robert Prosinecki dan yang lainnya.

Namun oleh pihak Yugoslavia -dalam hal ini rezim Serbia- Boban malah dianggap sebaliknya. Alhasil, dia kena skorsing oleh PSSI-nya Yugoslavia. Tak heran jika dia tak bisa ikut Piala Dunia 1990 yang digelar di Italia.

Peristiwa ini terjadi tepat setahun sebelum kemerdekaan Kroasia. Sejak merdeka, Boban pun meninggalkan timnas sepakbola Yugoslavia yang pecah berkeping-keping. Karirnya di timnas Kroasia semakin moncer. Dari Dinamo Zagreb dia ditransfer ke kota mode Milan memperkuat rossoneri. Potensinya menarik minat pelatih Fabio Capello. Di tim nasional, dia dipercaya menjadi kapten kesebelasan dan ikut mengharumkan nama Kroasia. 

Pasca gantung sepatu pada 2001, Boban aktif menjadi kolumnis koran Gazzetta dello Sport. Kemudian sempat juga memegang jabatan di FIFA. Dan terakhir dia juga membuka restoran yang sesuai namanya: Boban, salah satu tempat yang wajib dikunjungi jika singgah ke Zagreb lagi. Hanya 0,1 mil atau 150 meter dari monumen Josip Jelacic.



Juni 2017