Senin, 31 Oktober 2016

Sudah Diajak Malah Kabur



Dunia film identik dengan pendaran sorot lampu dan hingar bingarnya suasana pesta. Namun dalam beberapa kasus, tidak berlaku demikian. Ada pula profesi yang kerap berkutat dalam ruangan sunyi. Duduk manis berjam-jam dalam ruangan ber-AC sambil tekun memelototi layar monitor.

Salah satunya penata suara. Tak heran jika sedikit sekali pelakunya. Apalagi jika sudah memasuki musim festival seperti Festival Film Indonesia. Dia lagi, dia lagi yang masuk nominasi. Kalau bukan Khikmawan Santosa, ya Satrio Budiono. Kebetulan akhirnya kedua nama tersebut terlibat bareng dalam sebuah proyek besar, yaitu Rudy Habibie. Selanjutnya mudah ditebak, mereka pun masuk nominasi FFI 2016.

“Kalian berdua ini seperti arisan saja. Tiap tahun selalu masuk nominasi dan menang festivalnya seperti bergantian, tunggu giliran. Pertanyaan saya apakah ini proyek pertama buat kalian bekerja bareng?” tanya saya dalam jumpa pers nominasi Film Terbaik FFI di lounge Plaza Senayan, akhir Oktober 2016. “Pertanyaan kedua, meniru  reporter tv merah, bagaimana rasanya berada dalam situasi seperti itu?”

“Ya, betul ini proyek pertama kita kerja bareng. Kalau soal arisan ini sebenarnya bukan maunya kita begitu,” tutur penata suara Satrio Budiono dengan nada sedikit curcol. “Kita sih kepingin ajak teman-teman lain yang tertarik untuk ikutan kerja di pasca produksi, terutama tata suara. Tapi baru 3-4 bulan, eh merekanya sudah kabur...”

“Hah. Kok bisa begitu...,” kejar saya lagi.

“Masuk akal sih, mas. Namanya anak muda, ikutan proyek film itu maunya bagian jalan-jalan atau ketemu orang banyak. Tidak seperti kita yang selalu ngumpet dalam ruangan aja... Siapa yang betah kayak begitu?“ tutur pria berkacamata ini.       



29 Oktober 2016

Kamis, 27 Oktober 2016

Banyak Adegan Medis



Buku hasil karya Ferdiriva Hamzah Cado Cado alias Catatan Dodol Calon Dokter  laris terjual. Tak pelak, banyak rumah produksi berlomba mengadaptasinya ke layar lebar. Adalah Radikal Films yang sukses meminang karya dokter spesialis mata tersebut. Dibantu pendanaan dari perusahaan Korea, jadilah proyek tersebut dieksekusi. 

Di luar dugaan, film ini lolos sensor namun untuk kategori usia 17 tahun ke atas. Tentu saja ini mengundang pertanyaan khalayak. Apa gerangan yang mendorong pihak sensor memasukkan film ini dalam kategori usia dewasa.

“Kita kaget juga dengan keputusan itu. Kita sih berharap tadinya bisa lolos untuk kategori usia 13 tahun. Argumen mereka di sini bukan karena ada adegan ciuman, tapi karena banyak adegan operasi, bedah, dan  medis..,” tutur produser Ardiansyah Solaiman saat konferensi pers pertengahan Oktober 2016.

“Jangan lupa, ciuman itu sendiri juga termasuk medis,” balas sutradara Ifa Isfansyah tanpa menjelaskan apa maksudnya.

“Iya ya... Habis ciuman efeknya bisa masuk rumah sakit bersalin,” seloroh MC Imam Wibowo yang sehari-harinya penyiar radio seolah tak mau kalah.



20 Oktober 2016

Selasa, 18 Oktober 2016

Tak Pernah Akting



Setelah sekian lama tak muncul di layar lebar pesohor Rhoma Irama siap beraksi kembali. Pedangdut legendaris ini bakal nongol lagi bareng putranya Ridho dalam Dawai Asmara. Film yang bakal dihiasi sejumlah tembang mendayu-dayu ini  rencananya syuting semester awal tahun 2010. Sebuah karya perdana dari sutradara Asep Kusdinar. 

Saat konperensi pers Rhoma tampak antusias atas kiprah putranya di ranah film. Entah coba-coba merendah atau apa, musisi kelahiran Tasikmalaya ini sempat memuji Ridho. “Ah, untuk akting dia malah lebih pandai daripada saya,” selorohnya saat dimintai komentar.

“Sepanjang 23  judul film saya, saya hanya berperan sebagai diri saya sendiri,” lanjut sang raja dangdut dengan suaranya yang sedikit bergetar. “Saya tidak pernah tahu apa itu akting. Jadi saya yakin Ridho lebih pandai daripada saya.”

“Bukankah dari sekian banyak film anda, ada yang berperan sebagai orang lain. Misalnya di film Satria Bergitar?” demikian sergah seorang wartawan.

“Betul. Namanya di sana memang Satria Bergitar, bukan Rhoma. Tapi di sana itu karakternya tetap saja Rhoma Irama,” kelit pria kelahiran Tasikmalaya ini keukeuh. “Saya tidak pernah melakoni karakter lain, kecuali diri sendiri.”  



2010

Kamis, 13 Oktober 2016

Ditanya Sendiri Dijawab Sendiri



Film Pinky Promise berkisah tentang balada perempuan penyintas kanker payudara. Para pemainnya seperti Agni Prathista dan Dhea Seto merelakan rambutnya dicukur habis demi tuntutan peran. Namun tidak semua pemain melakukannya. Tentu saja ini menimbulkan pertanyaan dari kalangan wartawan.

“Kok hanya mereka berdua saja yang dibotaki? Bagaimana dengan pemain lainnya?” tanya rekan dari media online tersebut dalam jumpa pers pada Rabu 5 Oktober 2016 di bioskop Plaza Senayan, Jakarta Pusat.

Aktris Alexandra Gottardo dengan lantang menjawab,”Ini proses syutingkan selesainya bulan Desember ya, sedangkan bulan Januari saya mau menikah. Pakai adat Jawa, pakai paes. Masak saat pernikahan, rambut pengantin perempuannya gundul? Ibu saya nggak kasihlah...”

Kemudian jawaban berbeda disodorkan oleh pemain lainnya, Dea Ananda. “Jadi, sebelum syuting saya ditanya sama produser,’mau ikut dibotakin nggak’... Saya masih mikir...hmm... Eh tak lama kemudian mereka bilang eh nggak usah deh. Soalnya kan kamu botaknya hanya satu scene. Sisanya kamu pakai hijab...,” tutur mantan penyanyi cilik ini menyitir apa yang dia dengar saat itu.

Ditanya sendiri. Dijawab sendiri.


6 Oktober 2016

Kamis, 06 Oktober 2016

Tak Pantas Dibuat FTV



Sutradara Danial Rifki memulai debutnya di layar lebar sebagai penulis skenario. Tak disangka skenario Tanah Surga Katanya... itu justru meraih Piala Citra pada FFI 2012. Bukan main senang hatinya, karena memang raihan itu di luar ekspektasi. Veni Vidi Vici. Diam-diam dia menyimpan kisah unik di balik proyek debut itu.

Rifki mengaku skenario itu dibuat untuk FTV Sinema Wajah Indonesia di SCTV. “Saya menjadi penulis yang paling muda dalam deretan nama penulis di papan tulis kantor Citra Sinema milik Deddy Mizwar.” Deretan nama yang terpampang di sana sudah punya jam terbang yang panjang di blantika perfilman. Mulai dari Imam Tantowi, Musfar Yasin, Jujur Prananto, sampai Arswendo Atmowiloto. Sedangkan nama Rifki tertulis paling bawah.

Selama beberapa hari naskah itu teronggok begitu saja di meja produser. Nyaris tak pernah tersentuh lantaran Deddy sendiri sibuk syuting. Sampai pada suatu hari dia pulang subuh dari lokasi dan menyempatkan membaca naskah itu. Sejurus kemudian dia tertawa cekikikan ketika membacanya dan memutuskan untuk memanggil Rifki ke kantor.

“Naskah kamu nggak cocok buat dijadikan FTV...” demikian ucap Deddy saat Rifki tiba di ruang kerja. Rifki pun lemas seketika. Matanya berkunang-kunang. Lenyap sudah kesempatan untuk bersanding dengan nama besar penulis top. “...naskah kamu ini, cocoknya dijadikan film layar lebar,” sambung pemeran Naga Bonar itu meneruskan kalimatnya.  

Jreeeg... Rasa lemas itu mendadak berubah menjadi gemetar. Rifki nyaris tak percaya dengan apa yang dia dengar barusan. Proses berikutnya pun berlangsung mulus. Rifki berkolaborasi bersama produser Deddy Mizwar dan sutradara Herwin Novianto menjadi sebuah tim solid.

Kemudian film Tanah Surga Katanya... berjaya di FFI 2012.



7 Oktober 2016