Jumat, 26 Agustus 2016

Stok Foto Seleb



Kejadian ini berlangsung akhir tahun 2012, usai acara syukuran film di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Sesaat setelah sesi jumpa pers ditutup para pewarta berbondong-bondong berebut narasumber untuk diwawancarai one on one. Termasuk juga para fotografer yang tak mau kalah, sesekali sambil mengarahkan pose sang selebritas.

“Ya, kamera yang sebelah sini,” teriak salah satu mat Kodak kepada sang aktor. Diberi kode demikian, sang aktor menurut saja. Kemudian yang lain bergantian memberikan aba-aba juga supaya mendapat gambar terbaik.

Persis berdiri di sebelah saya seorang wartawan senior. Rupanya dia baru saja selesai mengambil gambar juga. Sejenak dia berkata dengan suara perlahan, “Dia enggak tahu, foto ini nggak akan masuk halaman 1…”

“Wah, memangnya kenapa? Kok bisa begitu,” tanya saya sedikit kepo.

“Kalau foto aktor mah buat stok aja. Barangkali suatu saat dia terjerat kasus, atau meninggal dunia...,” selorohnya santai.

Ucapan sang rekan ternyata ada benarnya. Pasalnya beberapa bulan kemudian sang aktor ganteng harus berurusan dengan yang berwajib lantaran tersangkut kasus asusila.



Desember 2012

Minggu, 21 Agustus 2016

Kami Sudah Berubah



Peristiwa ini terjadi dalam sebuah diskusi panel yang digelar oleh Lembaga Sensor Film (LSF). Dua sesi sudah dilalui dan siap ditutup karena waktu sudah mendekati saatnya shalat Jumat. Tetapi moderator masih memberi kesempatan Ketua LSF, Ahmad Yani Basuki untuk memberikan kata penutup.

“Paradigma LSF saat ini sudah berubah, tidak seperti dulu lagi. LSF saat ini kerjanya bukan lagi menggunting-gunting film…” tutur mantan Staf Khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini. “Meskipun saya berasal dari kalangan tentara, namun saya memiliki jiwa reformis,”

Sang moderator yang juga anggota LSF melihat pimpinannya mulai kepanjangan bicara, dengan cepat dia memotong,”Ehem... Maaf pak, mohon dipercepat…”

“Nah kan, ini bukti kalau LSF sudah berubah. Dulu mana bisa kayak begini, anggota memotong ketua lagi ngomong. Saya kan ketua,” tukas Yani kepada mereka yang hadir.

“Ya, tapi di sini saya kan moderator pak. Pimpinan diskusi ini,” lanjut sang anak buah kalem.

Hadirin pun kontan tertawa melihat ulah mereka.



20 Agustus 2016 

Kamis, 18 Agustus 2016

Hasil Operasi Plastik



Indonesia pertama kali ikut Olimpiade 1952 di Helsinki, Finlandia. Setelah puluhan tahun berpartisipasi, akhirnya kontingen Indonesia sukses meraih medali pertamanya di Olimpiade Seoul 1988. Adalah trio Nurfitriyana, Lilies Handayani, dan Kusuma Wardani yang meraih perak di nomor beregu putri cabang panahan.

Tahun 2015 kisah heroik ini diadaptasi ke layar lebar oleh produser Raam Punjabi lewat bendera MVP Pictures. Disutradarai Iman Brotoseno, film ini memasang bintang papan atas Bunga Citra Lestari, Tara Basro, dan Chelsea Elisabeth Islan dengan judul 3 Srikandi. 

Pertengahan April 2016, diadakan peluncuran trailernya di bioskop Plaza Indonesia XXI. Hadir di sana para pemain, sutradara dan juga trio srikandi Olimpiade 1988 yang asli. Satu demi satu mereka diperkenalkan kepada para wartawan dipandu oleh MC kocak Arie Untung.  

Arie mempersilakan trio pemain film berdiri, disusul kemudian trio atlet Olimpiade yang ada di barisan belakangnya. “Nah, ini dia para atlet Olimpiade peraih medali pertama untuk Indonesia. Mereka berangkat ke Seoul sekalian operasi plastik. Dan hasilnya, bisa anda saksikan yang ada di depan ini…” tutur sang MC seraya menunjuk trio BCL-Tara-Chelsea.  

Hadirin pun tertawa dibuatnya.



20 April 2016

Senin, 08 Agustus 2016

Enaknya Kerja Bareng Jenderal



Berkat kemajuan teknologi, membuat film di Indonesia saat ini menjadi lebih mudah. Namun jika sudah menyangkut perizinan, itu perkara yang tidak mudah. Kalaupun bisa diperoleh, acapkali merepotkan dan biayanya lumayan mahal. Apalagi jika harus menggunakan objek vital, bakalan kian sulit lagi. Hal itu yang dirasakan sendiri oleh produser sekaliber Zairin Zain.

Namun kegelisahan Zairin mendadak sirna saat menggarap film yang bertajuk I Leave My Heart in Lebanon-Garuda 23. Sebuah proyek prestisius dari TB Silalahi Pictures di semester awal 2016. Ide produksinya berawal dari Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Orang nomor 1 di jajaran TNI ini meminta Silalahi untuk dibuatkan film yang menggambarkan prestasi serdadu Indonesia di mancanegara. Sang purnawirawan mayor jenderal pun kontan mengiyakan.

Selanjutnya, Zairin ditunjuk sebagai produser. Proses persiapan pun dimulai. Tim produksi segera dibentuk, kru dan pemain mulai dicari. Skenario ditulis oleh sang sutradara Benni Setiawan, menceritakan balada pasukan penjaga perdamaian alias Garuda di Lebanon dengan latar sedikit kehidupan keluarganya di tanah air.    

“Saya melapor ke pak TB Silalahi soal perizinan lokasi. Eh malah dijawab ‘apa izin-izin… Telepon aja’. Lalu dia telepon perwira yang menjadi pimpinan di situ. Besoknya kita yang ditanya dari sana ‘halo pak, mau kapan pakai lokasi syuting di sini’ Begitu…,” demikian ceritanya dalam sebuah kesempatan buka puasa di kawasan Panglima Polim, Jakarta Selatan, Juni 2016.

Setelah itu perasaan insan film senior ini mulai plong. Salah satu hambatan besar dalam produksi bisa teratasi.  “Wah… Enak juga kalau hidup kayak begini…” seloroh Zairin dengan perasaan senang.



22 Juni 2016