Jumat, 16 September 2016

Sutradara di Bawah Pohon



Akhir-akhir ini menjadi sutradara film layar lebar alangkah mudahnya. Asalkan punya duit, punya alat produksi, serta teman yang mau jadi kru dan talent selesai masalah. Di masa lalu tidak bisa demikian, jalan yang dilalui penuh liku. Pasalnya, untuk menjadi sutradara harus melewati jenjang seperti yang diisyaratkan oleh organisasi profesi bernama KFT (Karyawan Film dan Televisi). Untuk bisa menjadi sutradara, misalnya, harus beberapa kali ikut produksi sebagai asisten sutradara. Sementara untuk menjadi asisten sutradara, pun ada jenjang yang harus dijalani lagi.

Adalah Yan Senjaya, salah satu sineas masa lalu yang cukup dibuat repot oleh aturan ini. Ketika sudah pernah ikut membuat film pada awal 1980-an, dia pun mendaftar ke kantor KFT untuk mendapatkan predikat sutradara. Di sana Yan bertemu dengan orang yang mengurus di bagian pendaftaran.

“Eh, gue daftar dong jadi sutradara. Gue kan udah pernah bikin film…,” demikian dituturkannya dalam sebuah kesempatan makan siang di awal Juni 2016.

“Wah, nggak bisa. Lu memang pernah bikin film, tapi lu tetap musti ikut kursus dulu,” balas sang pengurus.

Mendapat jawaban itu, Yan pun hanya bisa termangu dibuatnya. “Gila ini sih, yang revisi filmnya dia kan gua. Masak musti ikut kursus segala,” tuturnya dengan nada kecewa.

Namun gairah Yan untuk berkreasi tidak pernah padam. Dia tak kekurangan akal. Sebagai solusinya, dia pinjam nama sutradara lain untuk menyandang titel sutradara. Sutradara yang dipinjam namanya tinggal duduk manis di bawah pohon. Alhasil, beberapa judul film yang dibintangi trio komedian Warkop pun lahir di tangannya. Bahkan ada pula film laga yang sempat terkenal di mancanegara.

 
Juni 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar